Sabtu, 18 Mei 2019

2 DIMENSI 1 IDENTITAS Bagian 2

Oleh : MD Ruhanda

DUA


"Dirimu bukanlah dirimu!", sepenggal kalimat itu terngiang terus ditelingaku hingga masuk ke otakku melalui ubun-ubun. Menjadi sebuah kebingungan memang. "Apa maksudnya kalimat itu tertuju padaku?", gumam Sapta. 

Mulut Sapta dari kejauhan terlihat seperti komat-kamit membacakan matra-mantra palsu. Hingga seseorang menegur Sapta. "Siang-siang kok ngelamun!", ujar seorang bapak yang sudah berumur. Terkejut memang. Tapi Sapta berusaha untuk tidak menunjukkan kebingungannya.

"Maaf, Mas!", tukas seorang pramusaji kepada Sapta. Matanya tertuju kepada Sapta.  "Kopinya sudah jadi Mas!", ujar pramusaji tersebut. Memang cantik dia, walau warna kulit tangannya terlihat hitam. Namun bersih, seperti bisa merawat diri. Rambutnya diikat. Di buntut kuda orang-orang menyebutnya. "Mas! Mas! Kok bengong?" tanya si pramusaji tersebut kepada Sapta.

Aku tidak membalasnya lewat kata-kata, tapi pikirku mengatakan, "Gila! Cantik banget nih cewek!". Malah kali ini dia memyunggingkan senyumnya. Terlihat giginya berderet rapih tersusun. "Ya sudah, aku kembali kerja ya Mas?", ujar si pramusaji cantik tersebut.

Bodohnya aku malah berani memperkenalkan nama diriku kepadanya, "Aku Sapta!". Tak diduga pramusaji itu membalas jawabanku, "Diriku ada dalam dirimu, dirimu ada dalam diriku!". 

"APAAA?", diriku sontak dibuatnya terkejut. Baper, istilah anak muda sekarang, melanda perasaanku. Sapta seorang yang terkenal tegas, mendadak wajahnya terlihat pucat dan berkeringat. 

(Bersambung....)


Jumat, 17 Mei 2019

2 DIMENSI 1 IDENTITAS Bagian 1

Oleh : MD Ruhanda

SATU

Sapta terlihat membuka dan mencari-cari secarik kertas yang didapatnya dari seorang tak dikenal, wajah orang tersebut terlihat keras tapi tenang dan damai tempo hari. Wajah Sapta terlihat  kebingungan, seolah kehilangan sesuatu. "Sapta!",ibunya memanggil. "Iya bu!", balas Sapta. 
"Kamu itu mbok ya jangan ngerem di kamar terus toh!", Nasehat ibunya terdengar dari dapur. Sapta hanya menjawab iya. Iya asyik mengamati tulisan orang tersebut.

"Siapa dia?", pikir Sapta. Wajah keras namun peduli pada dirinya masih teringat dalam ingatan Sapta. Ketika tengah serius membaca tulisan dalam secarik kertas tersebut, kembali ibunya menegur Sapta dari dapur. "Sapta!". "Iya bu, sebentar!"

Sebelum iya keluar untuk menemui ibunya, kembali lagi Sapta melihat dan merenungi tulisan dalam secarik kertas tersebut."Dirimu bukanlah dirimu!" Siapa kamu sebenarnya?". Selepas membaca tulisan itu, Sapta pun bergegas keluar sambil sebelumnya menyelipkan kertas tersebut dalam buku berjudul, "FILOSOFI WAYANG DALAM KEHIDUPAN", terlihat sekilas penulisnya, penikmat suguhan tradisi, "Bayu Aditya". Entah siapa itu, bukan seorang penulis terkenal.

(bersambung...)